BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kebudayaan
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya “
adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian
dan adat istiadat.
Secara
umum
arti kebudayaan ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir
manusia, ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia
ataupun hasil daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Yang
dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir
ialah suatu pemikiran manusia yang dilaksanakan dalam bentuk perbuatan. Maka
hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan.
Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membagi
kebudayaan menjadi lima aspek : 1.
Kehidupan Spritual, 2. Bahasa dan Kesusastraan, 3. Kesenian, 4. Sejarah dan 5.
Ilmu Pengetahuan.
2.2
Kebudayaan dalam Islam
Islam
tidak bisa dianggap kebudayaan karena Islam bukan hasil dari pemikiran dan
ciptaan manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT
kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan untuk jadi panduan
hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tetapi agama-agama (yang telah
banyak mengalami perubahan) selain Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil
ciptaan dan daya pemikiran manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam sangat mendorong, bahkan
turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama Islam mendorong umatnya
berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah. Contohnya
dalam ibadah sembahyang, dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya
: Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah
itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT. Tetapi apabila
kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka
timbullah daya pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat
untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan dari pemikiran tersebut terwujudlah
usaha atau tindakan yang akhirnya menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti
keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa kebudayaan bisa melahirkan
kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan arahan/perintah lain dalam agama
Islam ini, niscaya lahirlah kebudayaan dan kemajuan dalam kehidupan kita.
Kemajuan yang dicetuskan karena dorongan agama Islam itulah yang dikatakan
kebudayaan dalam Islam.
Dan
suatu budaya yang dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain itulah yang
dinamakan kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa meniru kebudayaan
bangsa lain, maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang yang berkebudayaan
bangsa lain. Sama halnya jika orang Islam melakukan atau meniru kebudayaan di
luar kebudayaan Islam, maka dia dikatakan orang Islam yang berkebudayaan bangsa
lain.
Perbuatan
seperti ini terjadi juga dalam urusan membuat masjid. Contohnya dapat dilihat
pada mesjid Cordova Spanyol yang tempat sembahyangnya dibuat dengan tidak
mengikut cara Islam karena disalut dengan emas. Ini tidak dibenarkan sama sekali
oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan Islam tetapi kebudayaan orang
Islam.
Jadi
apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya suatu yang dicetuskan itu bersih
dengan ajaran Islam baik dalam bentuk pemikiran ataupun sudah berupa bentuk,
sikap atau perbuatan, dan ia didorong oleh perintah wahyu. Itulah yang
benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun) Islam.
Jika ajaran agama Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat
Islam akan jadi maju. Dan dengan kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah
kebudayaan atau tamadun. Semakin banyak umat Islam mengamalkan hukum Islam,
semakin banyak kemajuan dihasilkan dan semakin banyak pula kebudayaan atau
tamadun Islam yang lahir.
2.2.1 Wujud / Bentuk Kebudayaan Islam
Bentuk
atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Wujud Ideal (gagasan)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang sifatnya abstrak. Wujud kebudayaan ini
terletak di dalam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
Kebudayaan
Islam yang berwujud ideal diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam
muncul ilmu fiqih
b) Pemikiran di bidang agama muncul
ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir
c) Pemikiran di bidang sosial politik
muncul sistem khilafah Islam (pemerintahan Islam) yang diprakarsai oleh
Nabi Muhammad dan diteruskan oleh Khulafaurrosyidin
d) Pemikiran di bidang ekonomi muncul
peraturan zakat, pajak jizyah (pajak untuk non Muslim), pajak Kharaj
(pajak bumi), peraturan ghanimah (harta rampasan perang)
e) Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan
muncul ilmu sejarah, filsafat, kedokteran, ilmu bahasa dan lain-lain.
2. Wujud Aktivitas
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan.
kebudayaan
Islam yang berwujud aktivitas adalah sebagai berikut :
a) Pemberlakuan hukum Islam seperti
potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pezina
b) Penggunaan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi pemerintahan Islam pada masa Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan) memunculkan gerakan ilmu pengetahuan dan penterjemahan
ilmu-ilmu yang berbahasa Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan ilmu
pengetahuan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana kota
Baghdad dan Iskandariyah menjadi pusat ilmu pengetahuan ketika itu.
3. Wujud Artefak (benda)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Contoh
kebudayaan Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya: seni ukiran kaligrafi
yang terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur masjid dan lain
sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Contoh
Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai berikut :
1.
Di bidang Seni : Syair, Kaligafi, Hikayat, Suluk, Babad,
Tari Saman, tari Zapin,
2.
Di bidang Fisik : Masjid, Istana, Keraton,
3.
Di Bidang Pertunjukan : Sekaten, Wayang, Hadrah, Qasidah,
4.
Di bidang Tradisi : Aqiqah, Khitanan, Halal Bihalal,
Sadranan, Berzanzi.
2.2.2 Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan
Kebudayaan Islam
Sebelum
Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia
kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan karena percampuran
bangsa-bangsa
dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan
Islam Indonesia.
Masuknya
Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat
kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Salah satu hasil akulturasi kebudayaan tersebut dapat
kita lihat pada beberapa bangunan masjid yang ada di Indonesia yang atapnya bersusun semakin ke atas semakin
kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3
atau 5. Hal itu menunjukkan bahwa bangunan masjid tersebut adalah hasil dari
penggabungan kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Islam.
2.3
Konsep Kebudayaan Islam
Secara umum kebudayaan dapat dipahami
sebagai hasil olah akal, budi,mciptarasa, karsa, dan
karya manusia. Kebudayaan pasti tidak lepas dari nialai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan
yang universal berkembang menjadi peradaban. Dalam perkembangannya perlu dibimbing
oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada
ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan dirinya sendiri.
Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan
akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan
kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban Islam,
maka fungsi agama di sini semakin jelas. Ketika perkembangan dan dinamika kehidupan umat
manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena keterbatasan dalam
memecahkan persoalannya sendiri, di sini sangat terasa akan
perlunya suatu bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari
jenis manusia karena yang akan menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu
misi utama Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi rahmat
bagi seluruh umat manusia dan alam. Mengawali tugas utamanya, Nabi meletakkan
dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban
Islam.
Ketika dakwah
Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka terjadilah
suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi (penyesuaian) budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam
yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
2.4
Prinsip-prinsip Kebudayaan Islam
Islam datang untuk mengatur dan membimbing
masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian
Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu
masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat
manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa
mudlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing
kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan
berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi
Undang-undang Dasar Negara Indonesia pasal 32, walaupun secara praktik dan
perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam
penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga
macam.
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, seperti : kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Aceh, misalnya, keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, seperti : kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan di kalangan masyarakat Aceh, misalnya, keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya
bertentangan dengan Islam. Contoh yang paling jelas adalah tradisi Jahiliyah
yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran
Islam, seperti thowaf di Ka’bah dengan
telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan
dengan Islam. Seperti,
budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
2.5
Sejarah Intelektual Islam
Diskusi sains dan Islam ada baiknya dimulai dari
satu peristiwa monumental yang menandai lahirnya sains modern, yakni Revolusi
Ilmiah pada abad ke 17 di Eropa Barat yang menjadi “cikal bakal” munculnya
sains moderns sebagai sistem pengetahuan universal. Dalam historiografi
sains, salah satu pertanyaan besar yang selalu menjadi daya tarik adalah: Mengapa
Revolusi Ilmiah tersebut tidak terjadi di peradaban Islam yang mengalami masa
kejayaan berabad-abad sebelum bangsa Eropa membangun sistem pengetahuan mereka?
Sekarang mari kita menengok ke sejarah yang lebih
awal tentang peradaban Islam dan sistem pengetahuan yang dibangunnya. Catatan
A.I. Sabra dapat kita jadikan salah satu pegangan untuk melihat kontribusi
peradaban Islam dalam sains. Dalam pengamatannya, peradaban Islam memang
mengimpor tradisi intelektual dari peradaban Yunani Klasik. Tetapi proses ini
tidak dilakukan begitu saja secara pasif, melainkan dilakukan melalui proses
penyesuaian dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian peradaban Islam mampu
mengambil, mengolah, dan memproduksi suatu sistem pengetahuan yang baru, unik,
dan terpadu yang tidak pernah ada sebelumnya.
Ada dua hal yang dicatat Sabra sebagai kontribusi
signifikan peradaban Islam dalam sains. Pertama adalah dalam tingkat pemikiran
ilmiah yang diilhami oleh kebutuhan dalam sistem kepercayaan Islam. Penentuan
arah kiblat secara akurat adalah salah satu hasil dari konjungsi ini.
Kedua dalam tingkat institusionalisasi sains. Sabra
merujuk pada empat institusi penting bagi perkembamgan sains yang pertama kali
muncul dalam peradaban Islam, yaitu rumah sakit, perpustakaan umum, sekolah tinggi,
dan observatorium astronomi. Semua kemajuan yang dicapai ini dimungkinkan oleh
dukungan dari penguasa pada waktu itu dalam bentuk pendanaan dan penghargaan
terhadap tradisi ilmiah.
Lalu mengapa sains dalam peradaban Islam
tidak berhasil mempertahankan kontinyuitasnya, gagal mencapai titik Revolusi
Ilmiah, dan justru mengalami penurunan? Salah satu tesis yang menarik datang
dari Aydin Sadili. Seperti dijelaskan di atas bahwa keunikan sains dalam Islam
adalah masuknya unsur agama dalam sistem pengetahuan. Tetapi, menurut Sadili,
di sini jugalah penyebab kegagalan
peradaban Islam mencapai Revolusi Ilmiah. Dalam asumsi Sadili, tradisi
intelektual Yunani Klasik yang diwarisi oleh peradaban Islam baru dapat
menghasilkan kemajuan ilmiah jika terjadi proses rekonsiliasi dengan kekuatan
agama. Rekonsiliasi antara sains dan agama tersebut terjadi di peradaban Eropa,
tetapi tidak terjadi di peradaban Islam.
2.6
Masjid sebagai Pusat Kebudayaan Islam
Masjid
pada umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti
shalat, padahal fungsi masjid lebih luas dari itu. Pada zaman Rasulullah,
masjid berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi mensucikan jiwa kaum muslimin,
mengajar Al-qur’an dan Al-hikmah, bermusyawarah berbagai permasalahan umat
hingga masalah upaya-upaya peningkatan kesejahteraan umat. Dan hal tersebut berjalan hingga 700 tahun. Sejak Nabi mendirikan masjid yang
pertama, fungsi
masjid dijadikan simbol persatuan umat dan masjid sebagai pusat peribadatan dan
peradaban.
Sekolah-sekolah
dan universitas-universitas kemudian bermunculan justru dari masjid. Masjid Al
Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh yang dapat dikenal oleh umat Islam
di Indonesia maupun dunia. Masjid ini mampu memberikan bea siswa bagi para
pelajar dan mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan program nyata
masjid.
Pada saat
ini kita akan sangat sulit menemukan masjid yang memiliki program nyata di bidang pencerdasan keberagamaan
umat. Kita (mungkin) tidak menemukan masjid yang memiliki kurikulum terprogram
dalam pembinaan keberagamaan umat. Terlebih-lebih lagi masjid yang menyediakan
bea siswa dari upaya pengentasan kemiskinan.
Dalam perkembangan berikutnya muncul kelompok-kelompok yang
sadar untuk mengembalikan fungsi masjid sebagaimana mestinya. Kini mulai tumbuh
kesadaran umat akan pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan
mensejahterakan jamaahnya. Menurut ajaran Islam masjid memiliki dua fungsi
utama, yaitu : (1) sebagai pusat ibadah ritual, dan (2) berfungsi sebagai pusat
ibadah sosial.
Dari kedua fungsi gtersebut titik sentralnya bahwa fungsi masjid sebagai pusat
pembinaan umat Islam.
2.7
Perkembangan Kebudayaan Islam
Seperti sudah kita lihat, keluhuran hidup Muhammad adalah
hidup manusia yang sudah begitu tinggi sejauh yang pernah dicapai oleh umat
manusia. Hidup yang penuh dengan teladan yang luhur dan indah bagi setiap insan
yang sudah mendapat bimbingan hati nurani, yang hendak berusaha mencapai kodrat
manusia yang lebih sempurna dengan jalan iman dan perbuatan yang baik. Di mana
pulakah ada suatu keagungan dan keluhuran dalam hidup seperti yang terdapat
dalam diri Muhammad ini, yang dalam hidup sebelum kerasulannya sudah menjadi
suri teladan pula sebagai lambang kejujuran, lambang harga diri dan tempat
kepercayaan orang. Demikian juga sesudah masa kerasulannya, hidupnya penuh pengorbanan
untuk Allah, untuk kebenaran, dan untuk itu pula Allah telah mengutusnya. Suatu
pengorbanan yang sudah berkali-kali menghadapkan nyawanya kepada maut. Tetapi,
bujukan masyarakatnya sendiri pun yang dalam gengsi dan keturunan ia sederajat
dengan mereka, yang baik dengan harta, kedudukan atau dengan godaan-godaan
lain, mereka tidak dapat merintanginya.
Kehidupan insani yang begitu luhur dan cemerlang itu
belum ada dalam kehidupan manusia lain yang pernah mencapainya, keluhuran yang
sudah meliputi segala segi kehidupan. Apalagi yang kita lihat suatu kehidupan
manusia yang sudah bersatu dengan kehidupan alam semesta sejak dunia ini
berkembang sampai akhir zaman, berhubungan dengan Pencipta alam dengan segala
karunia dan pengampunanNya. Kalau tidak karena adanya kesungguhan dan kejujuran
Muhammad menyampaikan risalah Tuhan, niscaya kehidupan yang kita lihat ini
lambat laun akan menghilangkan apa yang telah diajarkannya itu.
"Tuhan
tidak akan memaksa seseorang di luar kesanggupannya. Segala usaha baik yang
dikerjakannya adalah untuk dirinya, dan yang sebaliknya pun untuk dirinya pula.
'Ya Allah, jangan kami dianggap bersalah, bila kami lupa atau keliru. Ya Allah,
janganlah Kaupikulkan kepada kami beban seperti yang pernah Kaupikulkan kepada
mereka yang sebelum kami. Ya Allah, jangan hendaknya Kaupikulkan kepada kami
beban yang kiranya takkan sanggup kami pikul. Beri maaflah kami, ampunilah kami
dan berilah kami rahmat. Engkau jugalah Pelindung kami terhadap mereka yang
tiada beriman itu." (Qur'an, 2: 286)
2.8
Nilai-nilai Islam dalam Budaya Indonesia
Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya.
Karena Islam lahir dan berkembang dari negeri Arab, maka Islam yang masuk
ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya. Pada awal-awal masuknya
dakwah Islam ke Indonesia dirasakan sangat sulit membedakan mana ajaran Islam
dan mana budaya Arab. Masyarakat awam menyamakan antara perilaku yang
ditampilkan oleh orang arab
dengan perilaku ajaran Islam. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh orang arab itu semua mencerminkan
ajaran Islam, bahkan hingga kini budaya arab
masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan dakwah islam di
Indonesia, para da’i mendakwahkan
ajaran islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para wali
ditanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam
mengemas ajaran islam
dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai islam telah masuk dan
menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai islam sudah menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan mereka. Seperti dalam
upacara-upacara adat dan
dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa al-Qur’an/arab sudah
banyak masuk kedalam bahasa daerah bahkan kedalam bahasa Indonesia yang
baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang
dilakukannya merupakan bagian dari ajaran
islam.
Sumber :
Ø
prastputra.blogspot.com/2009/01/kebudayaan-islam_04.html
Ø
http://www.scribd.com/doc/48595986/28/
MATERI-POKOK-KULIAH-AGAMA
Ø
http://rakakucibingbin.blogspot.com/2012/01/contoh-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html
Ø
http://komed45.blogspot.com/2012/04/pengantar-sejarah-kebudayaan-islam.html
SEMOGA BERMANFAAT :)
mba,,
BalasHapusmaaf sebelumnya,,
bolehkan saya minta referensi dari tulisan yang mba posting ini,,
terimakasih sebelumnya,,
maaf, sebelumnya tidak mencantumkan sumber.
Hapus(sekarang sumber sudah saya posting)
terima kasih telah diingatkan.
:D
mba,, makalahnya di presentasikan atau tidak? kalo dipresentasika.. bloh tau nggak pertanyaan apa yang muncul dari makalah ini..
BalasHapusijin copast ya mbak.. isinya bagus kok.. terimakasih
BalasHapusisiny bagus mba, sangat bermanfaat.
BalasHapus